DARUSSALAM PIPITAN
Santri Darussalam Pipitan Hadir dalam Panggung Sastra Rumah Dunia: Bedah Novel ”Andra”
Encep Abdullah, S. Pd.
12/1/20252 min baca


Di sebuah siang yang tenang pada Minggu, 30 November 2025, Cafe Rendez-Vous Rumah Dunia kembali menjadi saksi bagi percakapan panjang tentang sastra dan manusia. Panggung Sastra Rumah Dunia menghadirkan bedah novel Andra (Bulan Sabit dan Rosario) karya Qizink La Aziva, sebuah karya yang lahir dari perjumpaan antara iman, luka, dan pencarian makna hidup.
Menurut Presiden Rumah Dunia, Rudi Rustiadi, panggung ini bukan sekadar acara literasi rutin. Ia adalah ruang untuk merayakan energi kreatif para pegiat kelas menulis Rumah Dunia.


“Semoga semangat ini diikuti oleh teman-teman di angkatan sekarang,” ungkap Rudi. Ada nada harap dalam ucapannya, seolah novel ini bukan hanya buku, tetapi bara kecil yang perlu diwariskan.
Sekitar dua puluh orang hadir sore itu: penulis, anggota dan alumni kelas menulis Rumah Dunia, masyarakat umum, hingga para santri Pondok Pesantren Darussalam Pipitan beserta gurunya. Mereka bukan sekadar audiens. Mereka adalah para saksibahwa sastra tidak pernah lahir sendirian.
Narasumber pertama, Encep Abdullah, seorang aktivis literasi dari Pontang, menyebut Andra sebagai novel yang tampak sederhana namun memerlukan fokus pikiran saat membacanya.


“Kalau tidak, pembaca akan kehilangan keindahan detail yang Qizink hadirkan,” katanya. Encep lalu tertawa kecil, mengakui kekagumannya pada kekuatan deskripsi sang penulis: “Saya sampai geleng-geleng, kok bisa Mang Qizink bernafas panjang mendeskripsikan sesuatu sampai berhalaman-halaman.”
Sementara itu, Nita Andriani—narasumber kedua dan tokoh Gusdurian Banten—menyentuh isu yang selama ini jarang disentuh perempuan di Banten: toleransi. Menurutnya, Andra bukan sekadar kisah percintaan. Ia adalah ruang dialog kemanusiaan.
“Buku ini cocok sebagai bahan edukasi,” ujarnya.


Lalu tibalah giliran penulisnya sendiri berbicara. Qizink La Aziva mengakui bahwa novel ini bukan sepenuhnya fiksi. Banyak kisah lahir dari realitas hidupnya sendiri.
“Termasuk persoalan cinta saya dengan non-Muslim,” katanya pelan. Kalimat itu menyisakan gema: bahwa sastra terkadang adalah sebuah pengakuan yang tak mampu diucapkan di ruang lain.
Diskusi semakin menghangat ketika Firman Venayaksa, dosen Untirta, menyampaikan pandangan akademiknya. Menurutnya, Andra lebih dekat dengan pendekatan sosiologi sastra—sebuah permainan antara fiksi dan fakta. Qizink dinilai memanfaatkan berita sebagai bahan baku imajinasi: realitas yang dibekukan menjadi estetika.


“Sastra bukan hanya sesuatu yang fiksional. Bagi jurnalis, sastra adalah pantulan realitas,” pungkasnya.
Sore itu, Andra tidak hanya dibaca. Ia didudukkan, dipertanyakan, dan dibicarakan. Novel ini membuka kembali gagasan lama: bahwa sastra bukan sekadar cerita. Ia adalah upaya manusia mencatat dunia, memeluk luka, dan membangun jembatan antara dua hal yang jarang akur: kenyataan dan harapan.
YAYASAN DARUSSALAM PIPITAN
081959999044
Narahubung
Sabtu - Kamis
08.00 - 15.00 WIB
Jam & Hari Oprasional
Alamat:
JL Raya Walantaka Km.2 Kelurahan Pipitan, Walantaka, Serang, Banten 42183
info@darussalampipitan.or.id

